copy paste nih....
Episode Ucup & PartiSebenarnya episode Salon Oneng yang ditayangkan pada hari Ahad, 17 Juli 2005 di Trans TV sih biasa-biasa saja. Yach, ceritanya tetap bisa menghadirkan konflik yang menarik di kampung pak Haji Nasir. Ada beberapa konflik yang terjadi disana, antara lain Sahili yang marah kepada mpok Minah ditengah adegan lucu disaat Sahili mencoba berbuat 'jahil' kepada teman sekolah-nya, si Epi.
Tapi ada satu yang menggelitik saya untuk kemudian menjadikan sebuah stimulus pada diri saya untuk mengetikkan apa yang ada di pikiran saya pada blog ini. Sebuah inspirasi yang diilhami dari konflik yang terjadi pada keluarga Ucup bin Sanusi, yakni masalah ketidakharmonisan hubungan antara Parti dan si Ucup.
Usia perkawinan Ucup dan Parti belumlah berumur setahun, tapi Ucup sudah mulai menjumpai konflik pada episode tersebut, sebuah tragedi yang bermula hanya gara-gara masakan buatan istri tercinta tidak dimakan karena si Ucup sudah terlanjur makan di luar rumah.
DIsaat mulai tercipta sebuah jarak antara Parti dan Ucup, Ucup mulai menyadari bahwa kehidupan berumah tangga tidak semudah apa yang dibayangkan sebelumnya. Proses pembelajaran masih berlanjut. Bahkan kemudian dia meminta saran dari berbagai pihak. Hampir seluruh penghuni kampung dimintai nasehatnya.
Masalah mulai hilang ketika Ucup mengaku salah karena tidak makan masakan Parti. Maka dia kemudian berjanji akan belajar menyukai masakan buatan istri tercintanya walaupun dengan terpaksa, karena Parti yang notabene berasal dari Jawa lebih mahir meramu resep masakan yang berasa manis, yang bisa jadi kurang cocok dengan lidah Betawi-nya si Ucup.
Namun ketika kemesraan mulai muncul, tiba-tiba si Said keceplosan ngomong ke Ucup ketika tanpa disadari oleh mereka didengar oleh Parti. Said 'memuji' si Ucup, "Wah, jadi si Parti udah dibawah kendali lo lagi, Cup?". Kontan si Ucup menjawab, "Iya donk!".
Mungkin sekilas tidak ada yang salah dari obrolan singkat tersebut, tapi mungkin akan dimaknai berbeda oleh Parti sebagai pihak istri. Walaupun memang sudah seharusnya laki-laki menjadi imam keluarga, tapi jangan sampai berkesan menjadi arogan dan menguasai istri. Suami adalah mitra, bukan tiran. Maka dari itu, pelajaran pertama yang bisa diambil, janganlah para suami menganggap istri sebagai bawahan atau babu yang boleh dan bisa dikendalikan sesuka hati.
Istri adalah belahan jiwa, sosok yang diciptakan dari tulang rusuk, jadikanlah ianya sebagai sosok untuk melengkapi kekurangan suami dan jadikan mitra untuk membangun sebuah rumah tangga. Meskipun banyak sekali nash yang mewajibkan istri untuk tunduk patuh pada suami, tapi bukan berarti suami boleh seenaknya terhadap istrinya. Di benak para suami, jangan pernah berpikiran untuk meng-eksploitasi istri sendiri.
Ketika konflik ketidakharmonisan muncul kembali, bahkan disertai adegan haru dan saling berangkulan antara Ucup dan Parti. Tiba-tiba salah satu bintang tamu yang berperan sebagai pelanggan salon Oneng mengatakan bahwa Ucup pernah bercerita kalau istrinya tuh tidak pandai memasak. Untuk kesekian kali, Parti marah kembali karena merasa dihina didepan orang lain. Bunga Mawar sebagai tanda ma'af yang diberikan oleh Ucup pun ternyata adalah bunga curian yang diambil dari pekarangan mpok Hindun.
Nah, pelajaran kedua yang bisa kita ambil adalah ... bagi para suami (atau, mungkin juga istri) janganlah suka membuka aib atau kekurangan pasangannya pada orang lain. Jikalau istri tidak pintar memasak, janganlah itu lantas diceritakan ke orang-orang. Harus disadari, bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Kaum suami harus juga menyadari bahwa dirinya pasti mempunyai kekurangan, jadi jangan pernah menuntut istri untuk menjadi sangat sempurna.
Janganlah kita menuntut istri kita menjadi Fatimah Az-Zahra jika kita belum bisa menjadikan diri kita se-kualitas Ali.
Kemudian, pelajaran ketiga, janganlah para suami memberikan nafkah kepada keluarganya dengan jalan yang haram. Janganlah hanya karena ingin membahagiakan istri, lantas berbuat sesuatu yang sangat hina, misal dengan mencuri atau korupsi. So, ini harus juga diimbangi oleh sikap istri yang mestinya tidak terlalu banyak menuntut dan mulai belajar untuk lebih bisa menerima ketentuan yang digariskan oleh-Nya.
Sebagai penutup, saya hanya ingin mengingatkan kepada para suami, jika suatu saat khilaf lalu kemudian mendzolimi istri, selalu ingatlah bagaimana Rasulullah SAW bersikap dalam setiap menghadapi problematika rumah tangganya. Karena, sebaik-baik suami kepada istrinya adalah seperti bagaimana Rasulullah SAW memperlakukan istri-istri tercintanya.
Semoga dengan begitu, cita-cita mewujudkan keluarga Asmara (As-Sakinah mawaddah wa rahmah) bisa terwujud. Amiin ;-)
sumber : http://azzam.blogs.friendster.com/azzams_blog/